Suka Duka Penjaga Perlintasan Kereta Api Di Kota Serang
KONTRASBANTEN.COM, SERANG - Saat ini kereta api menjadi moda transportasi darat yang sudah umum di kalangan masyarakat. Itu karena jarak yang ditempuh menggunakan kereta api menjadi singkat, dengan melewati pemukiman, persawahan, bahkan pegunungan.
Lancarnya laju kereta api tidak terlepas dari peran seorang petugas yang menjaga pintu perlintasan kereta api. Pekerjaan yang terlihat sepele, namun menyangkut banyak nyawa orang yang melintasi rel kereta.
Tantangan yang dihadapi penjaga palang pintu perlintasan kereta api tidaklah ringan. Pengabdiannya mengawal keselamatan masyarakat tidak sebanding dengan penghargaan yang mereka terima.
Tidak jarang cacian ataupun makian dari pengguna jalan lebih banyak diterima ketimbang pujian atau penghargaan, terkadang harus menahan lapar hingga dirinya selesai bertugas. Seperti pengalaman yang dialami Robani (45), penjaga palang pintu di perlintasan KSB, Banjaragung, Cipocok Jaya, Kota Serang.
Robani yang merupakan warga Kecamatan Walantaka tersebut sudah menjalani profesinya selama tujuh tahun itu mengaku telah banyak merasakan suka dan duka sebagai penjaga perlintasan kereta api.
"Jadi PJL (Petugas jalur lintasan) itu lebih banyak dukanya ketimbang sukanya. Salah satunya portal (Palang pintu) masih manual, belum elektrik," kata Robani, ditemui di Pos perlintasan KSB, Sabtu (26/10/2024).
Menurut Robani, lantaran palang pintu perlintasan kereta api yang masih manual membuat dirinya harus ekstra sigap berlari untuk menutup palang tersebut sebelum kereta api melintas agar pengendara motor tidak menerobos perlintasan.
"Kadang-kadang pengendara itu udah ditutup juga (portal), tapi masih nyelonong aja. Kadang saya mah sering ribut sama pengendara. Saya kan sebagai petugas punya tanggung jawab menyelamatkan mereka juga, apa salahnya menunggu sebentar paling 5 menit," ujarnya.
Selain itu, Robani juga harus sering menahan lapar saat perutnya kosong. Hal itu lantaran pekerjaan yang digelutinya itu memiliki tanggung jawab yang sangat besar sehingga tidak bisa ditinggalkan begitu saja.
"Kalau kereta padat itu kadang ngga makan, harus nunggu ganti shift dulu baru makan di rumah. Karena mau beli makan juga kita ngga dapat uang makan, jadi nunggu pulang kalau mau makan," jelasnya.
Meskipun begitu, Robani tetap menjalankan tugasnya dengan amanah dan penuh keikhlasan. Hanya saja bila tugas malam hari apalagi cuaca hujan jalanan sepi.
“Tapi itu tidak membuat saya bersedih, sebab saya amat menyukai dan mencintai pekerjaan ini. Karena dapat menjaga keselamatan orang lain saat melintas di perlintasan kereta api,” pungkasnya sambil tersenyum.